Mimpi adalah Tekad oleh Robby Chaitul Hoiriyah

Ini Kisahku, seorang perempuan yang ingin melestarikan budaya Indonesia tanpa henti. Namaku Robby Chaitul Hoiriyah, terkadang dipanggil Ria, Chai, Robby, terserah kalian deh mau panggil apa. Ayahku seorang yang ingin anak perempuan satu-satunya menjadi orang yang sukses, karena aku harapan terakhirnya. Aku dan ayahku sama-sama menyukai seni dan budaya. Hal itu membuat aku berfikir untuk menjadi seorang sarjana dan menempuhnya di ISI Yogyakarta.  Meskipun aku dari keluarga yang sederhana tapi aku punya mimpi untuk sukses. Ayahku dan mamaku dulu seorang distributor mainan mulai tahun 1990. Waktu itu aku duduk di bangku SMPN 1 Lumajang kelas IX. Terjadi wabah covid-19 yang membuat semuanya daring juga membuat ayah dengan mamaku ganti pekerjaan. Karena anak sekolah tidak masuk otomatis pedagang mainan juga berhenti. Akhirnya waktu itu ayahku jadi pencetak batako dan mamaku jual nasi. Padahal satu langkah lagi aku lulus, tetapi seorang pahlawanku sudah tidak ada. Iya benar ayahku yang kusebut pahlawan meninggal dunia karena terjatuh kesandung dengan batako. Kalau ditanya soal perasaaan, perasaanku hancur sekali tak ada rasa apapun. Sebelum ayahku meninggal ayahku berkata “Jika punya uang kuliah saja”. Akhirnya mamaku berjuang sendirian untuk menggantikan ayahku. Beliau jualan nasi bungkus tiap hari kadang hanya laku 5 kadang 8. Suatu ketika aku sudah di bangku SMAN 1 Lumajang tepatnya kelas 11, Tentu yang ku pikirkan hanya ingin lulus nanti mencapai cita-cita seorang pahlawanku. Namun dengan tiadanya ayahku aku merubah pikiranku, dengan kuliah ambil jurusan arsitektur di Universitas Brawijaya, agar dekat dengan ibuku. Kenapa aku mengambil arsitektur? karena ayahku juga menyukai bangunan sama denganku. Beliau kalau ditanya ukuran kolom ukuran balok pun paham banget. Dulu aku tanya “kok bisa bangun rumah sendiri yah?” Jawabannya pasti “iyalah kan ayah seorang tukang sekaligus arsitek”. Ayahku dulu membangun rumah yang aku tinggali saat ini, itu sendirian tanpa kuli dan tukang. Ternyata masa mudanya dia kuli bangunan makanya dia paham akan bangunan. 

   Setiap manusia tentu punya harapan, begitupun aku, berharap masuk di kampus favorit, kampusnya orang-orang pintar, orang yang bergengsi, setiap malam aku selalu berdoa, “Yaallah, permudahkanlah setiap langkahku, wujudkanlah satu impianku, impian yang aku mau sejak dulu”. Banyak orang bilang, bahwa apa yang baik menurutku, belum tentu yang terbaik untuk jalan hidupku di masa depan, akupun tak memungkiri hal itu, tapi apa salahnya menitipkan harapan pada yang kuasa. Di pagi hari aku bangun langit terlihat begitu sendu, matahari terlihat bersembunyi di balik awan tebal, hujan seakan ingin menyapa tapi angin menolaknya. Aku berangkat sekolah dengan penuh semangat, pulang penuh rasa lelah. Semua itu aku lakukan demi mendapat nilai terbaik dan mencapai harapanku. Bagaimana ketika harapan tidak sesuai dengan keinginan? Mungkin hati akan merasa sakit, tapi aku mencoba menyakinkan hati kalau semua adalah garis hitam di dalam hidupku. Suatu ketika kakakku berkata “lulus SMA nanti tidak usah kuliah ya, kasian ibu bekerja sendiri, iya kalau ada ayah ada yang bantu keuangan.” Harapanku hancur, hatiku rasanya sesak. Tapi setelah mendengar kata-kata itu, aku mencoba meyakinkan keluargaku. Dengan ucapan “ini harapanku, jika dipatahin begitu saja lantas buat apa aku sekolah tinggi-tinggi di sekolah favorit mulai dari smp hingga sma”. Aku yakin bisa masuk di Universitas ternama, aku bisa kerja sambil kuliah, aku juga bisa mendapat SNPTN. Tiga hal itu terus menjadi motivasiku buat bangkit meraih harapan.

 Cita-citaku terus terhalang oleh keluarga. Aku mempunyai bakat tari, fashion dan aku suka dengan alam, tentunya di setiap sekolah pasti ada ekstrakurikuler, aku mengikuti ekstra tari dan pafofa. Tetapi keluargaku tidak mendukung sama sekali baik itu bakatku dan cita-citamu. Suatu ketika aku bertanya kepada ibuku “kenapa sih kok keluarga tidak mendukung tentang cita-cita dan bakatku? Apa gaada yang ingin aku menjadi sukses?Aku bakal kerja, aku kuliah bakal bayar sendiri. Tidak akan membebani”. Ibuku tidak menjawab satu katapun, beliau cuma diam. Hari terus berjalan, aku tetap semangat buat meyakinkan orang tuaku. Aku mengumpulkan banyak prestasi dan aku tunjukkan ke keluargaku prestasi nilai akademik, hal itu membuat mamaku membolehkan ikut ekstrakurikuler tari dan pafofa. Tetapi kakakku membuat mama tidak suka dengan ekstrakurikuler tari dan pafofa, bahkan sampai mama terpengaruhi untuk tidak membolehkan aku kuliah. Seakan akan ekstra tari membuat aku sakit, pafofa membuat aku mati, padahal tidak, aku ikut pafofa ingin membantu orang lain yang kesusahan karena bencana alam, aku juga ingin melestarikan alam dan aku ikut tari karena itu bakatku dan Indonesia juga bukan hanya memiliki alam yang indah tetapi juga budaya yang indah yang harus dilestarikan.

 Di sekolah aku direkomendasi untuk kuliah di ISI Surakarta jurusan etnomusikologi. Tetapi keluargaku melarang aku kuliah disana. Mereka mau aku kerja di perusahaan tanteku. Hal itu membuatku bantah kedua kalinya kepada mereka “untuk apa aku sekolah tinggi di sekolah favorit, kalau akhirnya aku di suruh kerja di perusahaan tante”. Aku menyerah karena tidak ada yang mendukungku. Tetapi aku ingat pesan ayahku, aku kembali bangkit. Kata ibuku aku dibicarain banyak orang. Katanya, hidupku hanya bisa berandai-andai. Katanya, mimpiku terlalu tinggi dan tak sesuai kemampuanku. Katanya aku terlalu banyak berkhayal. Kata orang, bla bla bla. Pikiranku menjawab “tapi kan hanya kata orang jika aku hidup hanya berdasarkan apa kata orang, memang mimpiku hanya akan sebatas khayal belaka”. Sekarang… Tutup telingamu! Ikuti kata hatimu! Perbaiki niatmu! Tingkatkan usahamu! Jadikan itu semua motivasi untuk dirimu sendiri, buat semua kritikan tersebut berubah menjadi sebuah pujian! Buktikan pada orang-orang yang menganggap omonganmu hanya sebuah bualan itu menjadi kenyataan!. Semua hal sudah ku lewati, sekarang aku kelas 12 aku yakin ini aku bisa menghadapi ujian-ujian ini dengan nilai terbaik dan mendapatkan SNPB. Malam ku terus bersujud kepada yang kuasa hatiku tak terasa apa-apa hanya ada niat dan tekat di dalamnya. Waktu terus berjalan, terdapat pengumuman siswa eligible berada di mading sekolah. Semua siswa bergerombol melihat hasil eligible tersebut. Aku melihat namaku tercantum di mading. Teman-teman yang mendukungku memberi selamat. Aku langsung telfon mamaku, namun jawabannya tidak sesuai ekspetasiku kembali. Beliau menjawab “kerja saja tidak usah kuliah”. Aku bingung harus gimana, suatu sisi tanpa restu beliau aku bukan apa-apa, disisi lain aku harus berjuang buat kebahagian beliau. Keesokan harinya waktu upacara aku dipanggil kedepan karena mendapat juara menulis cerpen internasional. Aku berfikir ini kesempatanku untuk aku membuktikan kembali ke mamaku. Aku pulang dengan kebahagian  lalu berkata dengan mamaku “mama, lihat aku membawakan prestasi lagi untukmu”. Suatu ketika mamaku memelukku, air matanya jatuh dipundakku, dan bilang “kalau mau kuliah, kuliah saja nak, tapi mama tidak ada uang buat nguliahin kamu”. Aku langsung menjawab “beneran ma?aku akan cari beasiswa ma, tidak perlu mama pikirin biaya”. Aku langsung menghubungi guruku untuk mengambil eligibleku itu dan mengambil jurusan arsitektur. Namun aku kembali dibingungkan dengan universitas, kalau UB aku pasti ketolak karena pasti banyak yang masuk sana jadi aku cari informasi lagi, muncullah UINSA. Yang kupikirkan waktu itu bukan akreditasi kampus tapi dunia perkuliahan itu pasti sangat kejam jika tidakku imbangi dengan agama dan dekat dengan Allah, aku pasti kehilangan arah. Dan aku memilih arsitektur UINSA menjadi pilihan pertamaku. 

 Tepat bulan ramadhan, pengumuman SNPB diumumkan tepat jam 3 sore. Tapi aku tidak ingin membukanya takut aku tidak keterima. Setelah sholat terawih aku pulang dari mushola lari kerumah dan mengumpulkan tekat buat membuka pengumuman itu. Alhamdulillahnya aku keterima dipilihan pertamaku. Aku menangis sejadi-jadinya. Dan aku langsung berlari ke mamaku, dan ku tunjukan bahwa aku bisa. Waktu itu aku mendapat ukt awal atau daftar ulang 3,6jt. Aku bingung dapat dari mana uang segini banyaknya, mamaku sudah bilang kalau tidak ada biaya buat aku kuliah. Dan aku ingat ada celengan yang belum aku pakai, akhirnya aku pecahin ternyata hanya ada 1,6jt masih kurang. Aku memberanikan diri buat bicara ke mamaku. Tapi untung saja mamaku mempunyai celengan juga. Suatu ketika aku dan teman-temanku wisuda. Tangisan kebahagian campur aduk disana. Untuk teman-teman yang mendukungku terima kasih banyak tiga tahunnya. Tentu setelah lulus SMA ada jeda 2bulan libur di situ aku berjualan es teh untuk keberangkatanku merantau ke Surabaya. Tepat dibulan Agustus aku berangkat ke Surabaya untuk kuliahku. Sujudku tak berhenti-henti, tapi kakakku tidak suka dengan itu semua, kakakku kembali membuat ibuku tidak suka denganku. Tapi dengan niat dan tekat aku berangkat dengan pundak berisi harapan ayah dan kebahagian mama. Aku yakin aku bisa.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *