Meli, nama seorang gadis yang sedang dipusingkan dengan pikirannya sendiri itu. Ekspresinya seperti orang kelelahan yang baru dikejar hantu sejauh puluhan kilometer. Wajar saja, ia adalah siswi kelas 12 SMA yang berada dipengujung semester akhir kala itu. Pikirannya kalut tak tahu akan bagaimana setelah lulus sekolah. Awalnya ia putuskan untuk bekerja saja, namun orang tuanya menyarankannya untuk berkuliah. Tentu ia sangat paham orang tuanya ingin anaknya itu menjadi seorang dengan gelar sarjana di belakang namanya. Itulah aku, Meli Handayani. Seorang anak dari keluarga sederhana di sebuah desa yang bernama “Bendosari”. Keinginginan orang tuaku adalah penyemangatku untuk melanjutkan pendidikan. Ada satu hal yang benar-benar kupegang kala itu, pada diri sendiri aku berjanji tak akan menyusahkan orang tuaku dalam pendidikanku. Bisa dikatakan aku mencoba masuk beberapa Universitas dengan jalur beasiswa. Kala itu yang kupikirkan adalah kuliah gratis tanpa memikirkan Universitas mana yang akan menjadi tujuanku. “Cinta”, sebut saja seperti itu. Perasaan itu timbul tak tahu entah bagaimana dan kapan, secara tiba-tiba ada sebuah Universitas yang ingin kuperjuangkan. Layaknya orang yang sedang jatuh cinta, kukejar kampus itu dengan ugal-ugalan. “Warna merah” kudapatkan pada 28 April 2023, hari dimana pengumuman SNBP. “Warna merah lagi” kudapatkan pada 20 Juni 2023”, hari dimana pengumuman SNBT. Penolakan kedua membuatku goyah untuk melanjutkan pendidikan. Hanya dengan dua jalur masuk perguruan tinggi itu aku bisa masuk kampus impianku dengan beasiswa. Menjadi mahasiswi kampus impianku memang telah pupus, namun tidak dengan semangat dan doa orang tuaku. UM-PTKIN, aku mengikuti jalur masuk perguruan tinggi Islam ini dengan UIN Sunan Ampel Surabaya sebagai pilihan pertama. “Warna hijau!”, warna yang kudapatkan untuk kedua kalinya. Pertama kudapatkan saat pengumuman SPAN-PTKIN, sayangnya kesempatan itu tak dapat kuambil sebab tingginya UKT yang ditetapkan.
Disinilah aku berada sekarang, sebuah gedung dengan warna dominan hijau bertuliskan “Fakultas Tarbiyah dan Keguruan”. Manajemen Pendidikan Islam, progam yang kupilih waktu itu. Berada di kota orang dan tak mengenal siapapun adalah suatu hal yang menantang. Awalnya memang sulit, lama-kelamaan itu dapat teratasi. Setengah semester lebih telah kulewati disini, pengumuman pendaftaran KIP-K Kuliah 2023 telah dibuka. Ini adalah hal yang kunantikan setelah menjadi mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya, sebut saja UINSA.Siapa yang tidak tahu beasiswa ini, hampir seluruh mahasiswa baru pasti tertarik untuk mendaftar. Kesempatanku untuk lolos tak banyak, kuputuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan jika gagal. Hari menjelang pengumuman penerima beasiswa KIP-K 2023 membuatku gagal fokus, kupasrahkan pada yang diatas untuk selanjutnya. Kali ini aku mendapatkan lampu hijau! sebuah hasil pengumuman yang kuharapkan. Sebuah harapan yang terkabul dengan ikhtiar dan tawakal. UINSA, layaknya pepatah jawa “Witing tresno jalaran soko kulino”, kampus ini menjadi wadah impianku sekarang. Tak terbesit dipikiranku untuk berkuliah di kampus keislaman, namun Tuhan adalah penulis cerita terbaik. Damai, sebuah kata yang menggambarkan kampus ini. Rasa kekeluargan, kenyamanan, serta keamanan kurasakan disini. Pepatah itu benar adanya, belum genap satu semester UINSA telah menjadi “impian” yang kudambakan ada pada kampus impianku yang tak tergapai.Ada sebuah impian yang hadirnya hanya sebagai mimpi indah, ada pula impian yang hadir karena takdir. Apakah itu kejam? Tidak, terkadang hal yang tak terduga itu adalah suatu hadiah terbaik. “The future is a mystery”, masa depan memang tak tertebak. Tugas kita berusaha sebaik mungkin, untuk selanjutnya Tuhan akan menetukan apakah impian itu pantas kita terima.