Durotun Nadhifah – Perjuanganku Harapanku

Halo, perkenalkan namaku Mira. Aku merupakan anak pertama dari pasangan suami istri yang bekerja sebagai pedagang kecil di pasar desa. Saat ini aku menduduki kelas 3 semester akhir di Madrasah Aliyah. Aku adalah seorang siswa biasa dengan impian yang luar biasa. Sejak kecil, aku telah menyimpan cita-cita untuk melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi di sebuah Universitas yang sejak lama ku impikan. Tapi, perjalanan menuju impian tersebut tidaklah mudah. Sejak kecil, aku sedikit menunjukkan potensiku dalam pendidikan. Aku rajin belajar dan selalu berusaha menjadi yang terbaik di Sekolah. Guru-guru pun kagum dengan semangat belajarku dan prestasiku yang gemilang. Tak heran jika aku berhasil menduduki peringkat utama di setiap semesternya.Namun, di balik semua keberhasilan itu, aku menyimpan suatu impian yang sangat besar di dalam hati. Aku bercita-cita untuk melanjutkan pendidikanku ke Perguruan Tinggi, ingin memperluas pengetahuan, dan mencapai kesuksesan yang besar. Tetapi, harapan itu seakan sirna ketika aku mengutarakan impian tersebut kepada bapak.Bapak adalah seorang laki-laki yang teguh dan bertanggung jawab. Bapak selalu merasa khawatir dengan keadaan anak-anaknya. Beliau selalu memastikan bahwa semua anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang layak, termasuk aku dan tiga adik ku yang masih duduk dibangku sekolah dasar. Bagi bapak, mengirim anaknya ke Perguruan Tinggi adalah sebuah kemewahan yang tidak mampu beliau lakukan.

Suatu hari, di saat malam tiba, aku membicarakan keinginanku tersebut pada ibu, aku mengatakan bahwa aku ingin melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi setelah lulus dari Madrasah Aliyah. Ibu menjawab dengan penuh pengertian, “Baiklah tidak apa-apa nak, Ibu akan selalu mendukung dan mendoakan apapun itu untuk kebaikanmu.” Aku merasa bahagia saat mendengar jawaban ibu. Tapi tidak hanya itu yang diucapkan oleh ibu. Ibu melanjutkan jawabannya yang jawaban itu membuat hatiku terasa sedikit sedih. Ibu berkata “Tetapi nak, kamu tidak hanya perlu izin dari ibu, kamu juga harus berbicara dan meminta izin pada bapakmu.” Aku merasa sedih karena aku tidak yakin dengan jawaban bapak nantinya. Aku takut dengan jawaban bapak yang mungkin tidak sesuai dengan harapanku. Keesokan harinya, setelah sholat shubuh, ibu mencoba menghampiri bapak yang tengah menyiapkan dagangannya. Ibuku bertanya, “Pak, anak kita sebentar lagi akan lulus dari Madrasah Aliyah, Bagaimana kalau kita mengirimnya ke Perguruan Tinggi?” Saat itu, bapak hanya diam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Ibuku bertanya lagi, “Pak, bagaimana dengan cita-cita putri kita? Dia memiliki keinginan yang sangat besar.” Namun, bapak tetap diam seribu kata. Dan Ketiga kalinya ibuku bertanya, “Bagaimana, pak? Anak kita sudah mendapatkan formulir pendaftaran Perguruan Tinggi dari Sekolahnya dan itu akan dikumpulkan satu minggu lagi.” Ayah pun menjawab dengan spontan, “Tidak, anak kita tidak akan kuliah. Aku tidak mampu, aku tidak memiliki uang untuk menguliahkannya.” Saat itu, aku yang berada dibalik pintu kamar tidak sengaja mendengar jawaban dari bapak, sangat merasa amat kecewa dan terpukul, hatiku rasanya pecah berkeping-keping. Tiada hentinya aku menangis karena keputusan beliau. Bayangan impianku untuk melanjutkan Pendidikan kuliah semakin terasa jauh dan kabur.

Setiap kali aku melihat bapak pulang bekerja dengan wajah lelah dan lesu, hatiku terasa remuk. Aku merasa bersalah, karena menyadari bahwa impianku adalah beban tambahan bagi keluargaku yang saat ini aku merasa sudah sangat terbebani. Setiap kata penolakan dari bapak menusuk hatiku seperti belati yang menusuk perlahan-lahan.Aku merasa terkunci dalam keputusaan yang menghimpitku. Aku tidak tahu lagi harus berbuat apa untuk mewujudkan impianku. Bahkan ketika ibuku mencoba memberiku semangat, aku merasa takut mengecewakan orang yang sangat ku cintai.Setiap hari, aku berusaha mempertahankan semangatku, namun dalam hatiku terus ada keraguan yang menggerogoti. Aku seperti terdampar di tengah lautan badai, tanpa arah dan tanpa bantuan. Impianku terasa semakin jauh, seolah-olah tidak ada sinar harapan menyinari jalan yang gelap. Aku merasa bahwa bekerjalah yang harus menjadi tanggung jawabku untuk membantu bapak mengangkat beban ini. Namun di saat yang sama, aku juga merasa kecewa dengan beliau karena harus menyerahkan impianku yang selama ini ku genggam erat.

Dua hari setelah kejadian itu, di malam hari yang ketika itu semangatku hampir padam, datanglah pamanku membawa kabar yang mengubah segalanya. Pamanku tersebut, dengan penuh keyakinan, berbicara pada bapak tentang peluang beasiswa KIP-Kuliah dan bantuan keuangan yang tersedia untuk siswa berprestasi seperti beasiswa yang didapatkan oleh sepupuku yang sedang menempuh Pendidikan kuliah juga. Paman meyakinkan bapak bahwa investasi pada pendidikan anaknya adalah langkah yang tepat dan akan membawa kebaikan bagi masa depan keluarga bapak.Awalnya, bapak masih merasa ragu-ragu karena saat itu tidak hanya aku yang membutuhkan biaya untuk Pendidikan, tetapi ketiga adikku yang masih menduduki sekolah dasar juga membuthkan biaya Pendidikan yang sangat banyak. Namun, setelah mendengarkan penjelasan dan melihat semangat yang berkobar-kobar dalam diriku, hati beliau mulai luluh. Beliau menyadari bahwa impian kuliah anaknya bukanlah beban tambahan, tetapi merupakan investasi yang berharga untuk masa depan keluarga mereka.Akhirnya, dengan berat hati namun penuh harapan, bapak memberikan restu untuk mewujudkan impian kuliahku. Bapak mengatakan “Teruskan belajarmu nak, bapak akan selalu ada untuk kesuksesanmu.” Aku, yang awalnya merasa terpuruk dalam keputusaan, kini tangis bahagiaku pecah mendengar keputusan baru yag diambil oleh bapak. Aku merasa dipenuhi oleh rasa syukur dan semangat yang membara. Dengan dukungan dan restu keluarga, aku kembali menggenggam erat impian kuliahku. Aku bertekad untuk memanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin, dan berjanji pada diriku sendiri bahwa aku akan bekerja keras dan berjuang untuk meraih kesuksesan yang aku dan keluargaku impikan.

Dan tiba waktunya untuk mengisi formulir pendaftaran Perguruan Tinggi, aku mencoba mengumpulkan semua prestasi akademik dan non-akademik yang aku punya. Aku mempersiapkan diri dengan baik, menghadirkan diri dalam berbagai kegiatan sosial dan keagamaan, serta aktif dalam mengikuti lomba dan kompetisi. Saat hasil prestasi keluar, aku disambut dengan kegembiraan yang luar biasa. Aku berhasil menduduki eligible pertama di Sekolahku, sehingga aku memiliki peluang yang cukup tinggi.Akhirnya, kabar yang diimpikan datang. Salah satu perguruan tinggi menerimaku untuk melanjutkan pendidikan di sana. Aku yang awalnya merasa ragu dan cemas dengan masa depanku, kini dipenuhi oleh rasa syukur dan kebahagiaan.Ketika aku pulang ke rumah dengan kabar gembira ini, bapak terpana. Beliau melihat betapa besar tekad dan semangat anaknya untuk meraih impian tersebut, dan beliau merasa bangga dengan pencapaian yang ku dapatkan. Bapak menyadari bahwa keputusannya untuk memberikan restu pada anaknya adalah langkah yang tepat, dan beliau sangat bahagia ketika melihatku mendapatkan keberhasilan ini.Kisahku tidak berhenti disitu saja. Berlanjut saat pengumuman Uang Kuliah Tunggal keluar. Saat pengumuman Uang Kuliah Tunggal aku merasa cemas, aku takut pembayaran ini akan memberikan beban yang sangat tinggi pada keluargaku. Dan ya, aku mendapati bahwa Uang Kuliah Tunggal yang harus ku bayar cukup tinggi. Aku khawatir, aku cemas, pikiranku saat itu terbentang oleh keinginan untuk tidak melanjutkan kuliah. Aku takut bahwa beban biaya kuliah ini terlalu besar bagi bapak.Namun, pada saat itu bapak mendekatiku dengan tatapan tulusnya. Beliau mengatakan sambil meyakinkanku “Tidak apa-apa nak, suatu saat pasti ada rezeki yang akan datang untukmu, kamu tidak usah khawatir. Kalau Allah memberikan ketetapan seperti ini, berarti Allah tahu kalau kita mampu.” Beliau mengingatkanku bahwa dalam hidup, kadang-kadang hal-hal yang tak terduga bisa terjadi. Dengan ucapan bapak yang demikian tersebut, aku kembali tersenyum dan yakin bahwa suatu saat Allah pasti menolong keluargaku untuk tujuan yang sangat baik ini. Setelah beberapa bulan aku sudah di tahap menempuh Pendidikan kuliah, dan saat itulah akhirnya dibuka pendaftaran untuk beasiswa KIP-kuliah. Aku mencoba mendaftar dengan harapan semoga aku lulus dalam seluruh tahap seleksi dan aku bisa menerima beasiswa tersebut untuk membantu proses Pendidikan kuliah ku. Tanpa terduga, selang beberapa hari, aku mendapat kabar bahwa aku telah lolos beasiswa KIP-Kuliah, ini seperti cahaya di ujung terowongan bagiku. Aku terdiam sejenak, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Itu adalah tanda bahwa setiap tantangan selalu diiringi dengan peluang. Aku dan keluargaku merasa begitu bersyukur dan terharu akan keajaiban ini. Dengan itu bapak sangat bangga atas pencapaian ini dan ada rasa sedikit menyesal bahwa beliau pernah melarang anaknya untuk melanjutkan di Perguruan Tinggi.Kisahku ini adalah bukti nyata bahwa dengan tekad yang kuat dan dukungan yang tak tergoyahkan, impian apa pun bisa menjadi kenyataan. Dan ketika seseorang memegang erat pada impian mereka, tidak ada yang bisa menghalangi mereka untuk mencapainya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *