Senja sore ini sama seperti senja senja sebelumnya. Diawali langit yang kekuningan dan cahaya matahari yang mulai meredup. Orang orang mulai mengakhiri kesibukan masing-masing lalu bergegas ke rumah menemui keluarga tercintanya. Burung burung beterbangan pulang dari berburu seharian. Matahari beranjak pergi menuju tempat peristirahatan yang diarak oleh mega mega kemerahan. Sift malam akan segera dimulai. Dipimpin oleh bulan dengan pasukan bintangnya. Sudah 2 jam aku berada di Balkon kamar kosku. Duduk diatas tikar dari anyaman daun pandan. Mengotak-atik laptop, membuka lembaran buku-buku, mencatat beberapa rumus yang dibutuhkan, menatap langit sebentar lalu kembali mengotak-atik laptop lagi, begitu terus berulang-ulang hingga PR matematikaku untuk mata kuliah besok terselesaikan. Kualihkan pandanganku dari sebuah laptop dan buku buku yang berserakan diatas tikar pada langit senja yang terbentang luas didepanku. Senja yang indah dengan latar belakang rumah-rumah penduduk ini sudah tak asing lagi bagiku karena sudah kulihat selama sepuluh bulanan. Ya, sudah sepuluh bulan sejak aku merantau kesini dan belajar disini. Tak terasa sudah hampir setahun aku menjadi seorang mahasiswi, padahal terasa baru kemarin aku dan teman-temanku menghadiri upacara kelulusan di sekolah. Ini adalah secuplik kisahdan perjuanganku yang awalnya adalah seorang pelajar bertransisi menjadi seorang mahasiswi.
Namaku Amilia, aku adalah seorang anak yatim yang tumbuh di keluarga yang selalu berjuang mengatasi kekurangan untuk dapat bertahan hidup. Aku memiliki dua saudara, dan bersama-sama kami berusaha keras menghadapi kehidupan yang penuh tantangan. Di tengah kondisi kami yang serba terbatas, aku masih bisa bersekolah di MAN 1 Bojonegoro.Kehidupan sekolahku sama seperti kehidupan sekolah pada umumnya. Mungkin yang agak berbeda adalah tempatku pulang setelah pembelajaran disekolah. Aku tidak pulang kerumah, melainkan pulang ke pondok tempatku mengkaji ilmu agama. Disana aku mempunyai 5 orang teman. Kami selalu kemana-mana bersama-sama, baik saat berangkat sekolah atau pulang sekolah. Kebahagiaan besar menghampiriku saat aku diberi keringanan pembayaran uang SPP, yang memungkinkanku untuk tetap melanjutkan pendidikan tanpa beban finansial yang berat. Aku pun bertekad untuk meraih cita-citaku menjadi mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya jurusan Matematika. Aku yakin dengan potensi yang ku miliki dalam bidang ini, karena sudah beberapa kali berhasil menorehkan prestasi dalam perlombaan matematika. Hingga akhirnya pada kelas 12 semester 2 aku memutuskan untuk mendaftarkan diriku di jurusan matematika melalui SNBP atau seleksi nasional berbasis prestasi.
Hari-hariku berlalu dengan sedikit kecemasan karena menanti pengumuman kelolosan SNBP. Selama itupun tak henti-hentinya aku berdoa kepada Yang Kuasa untuk menghapuskan kecemasan yang bertengger dalam lubuk hatiku. Apapun yang akan terjadi nanti, akankah aku lolos seleksi atau tidak, itu adalah rencana terbaik-Mu untukku. Aku akan menerimanya dengan iklas. Jika aku belum lolos, berarti itu bukan yang terbaik untukku dan sebaliknya, jika aku lolos, maka itu yang terbaik untukku. Tak terlupakan dalam hidupku detik-detik ketika pengumuman penerimaan mahasiswa baru UIN Sunan Ampel Surabaya tiba. Kebahagiaan itu sempurna datang disaat aku melihat namaku tercantum sebagai salah satu calon mahasiswa yang diterima. Namun, seketika itu juga senyumku pupus mengingat besar biaya uang kuliah tunggal (UKT) yang harus kubayar. Rasanya bagaikan sebuah tebing tinggi yang mustahil untuk ku taklukkan.Namun, dukungan dan dorongan semangat dari ibuku memberikanku sebuah kekuatan baru. Kekuatan yang membuatku bisa bangkit kembali dalam masa-masa terpurukku. Ibuku yang setiap harinya harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup kami Tak mengeluh sedikitpun saat mendengar biaya kuliah yang ku sampaikan. Malahan ia mendukungku sepenuh hati. Bersama-sama, kami berjuang mengumpulkan uang yang dibutuhkan walaupun terasa begitu berat. Akhirnya, dengan kerja keras dan doa yang tak henti-hentinya, uang UKT untuk ku terkumpul juga, meskipun itu berhasil terkumpul di hari terakhir pembayaran.
Selepas tiba di Surabaya untuk memulai kehidupan baru sebagai seorang mahasiswa, berbagai macam perasaan bercampur aduk menjadi satu. perasaan sedih dan takut yang datang karena takut mengecewakan keluarga mengingat betapa kerasnya perjuangan mereka sehingga aku bisa sampai disini, dan perasaan haru karena berhasil sampai dititik ini yang seperti mimpi, serta perasaan semangat untuk dapat meraih kesuksesan di masa depan. Aku berjanji pada ibuku untuk belajar dengan serius sungguh-sungguh demi mewujudkan mimpi kami bersama. Untuk meringankan beban ibuku, aku pun mendaftar beasiswa KIPK. Tak mudah untuk bisa mendapatkannya, selain proses yang agak rumit banyak juga mahasiswa yang ikut mendaftar sehingga peluang mendapatkannya semakin kecil, selain itu diperlukan usaha dan tak lupa juga doa. Pendaftaran beasiswa ini diawali dengan pengumpulan berkas-berkas yang diperlukan sebagai seleksi tahap awal. Kemudian Dilanjutkan dengan pengumuman mahasiswa lolos seleksi tahap awal. Alhamdulillah namaku muncul dalam data mahasiswa yang lolos. Beberapa hari setelahnya, seleksi tahap kedua atau tahap penentuan dimulai. seleksi ini dilakukan dengan memperlihatkan bagian-bagian rumah, seperti kamar tidur, dapur, ruang tamu, dan lainnya untuk dijadikan pertimbangan. Beberapa hari setelah seleksi, pemenang beasiswa KIPK diumumkan. Bagaimana aku tidak menangis bahagia, aku lolos menjadi salah satu mahasiswa yang memperoleh beasiswa. Aku berhasil meringankan beban keluarga untuk menghadapi masalah finansal. Disamping membayarkan uang UKT, beasiswa KIPK juga memberikan uang saku untuk kebutuhan sehari-hari, seperti untuk membeli buku, bolpen dan sebagainya. Beasiswa ini sangat membantu bagi mahasiswi sepertiku.Beasiswa itu bukan hanya sebuah bantuan finansial, tapi juga sebuah amanah untukku. Aku berjanji akan memanfaatkannya dengan sebaik mungkin untuk menunjang pembelajaranku, agar aku dapat menempuh pendidikan dengan baik dan menjadi sosok yang bermanfaat bagi masyarakat dan negara. Dengan semangat dan tekad yang tak pernah padam, aku siap menghadapi segala rintangan yang telah menungguku di depan sana.