Nama saya Elly Widayati, saya adalah anak ke tiga dari tiga bersaudara. Saya berasal dari keluarga sederhana yang memiliki cita-cita tinggi untuk kuliah. Dulu waktu saya masih duduk di bangku Madrasah Aliyah tepatnya kelas 12 saya mengubur dalam cita-cita saya dan saya berfikir tidak kuliah waktu itu. Semakin hari saya semakin bingung apakah saya harus kerja atau saya memperjuangkan cita-cita saya dari kecil.
Waktu kecil saya ingin sekali bisa jadi Dokter, karena saya ingin jadi orang yang bisa mengobati orang tua saya sendiri ketika mereka sakit, dan saya ingin menjadi orang yang bisa membantu orang lain. Tapi semakin dewasa saya berfikir lagi karena saya tahu biaya sekolah kedokteran itu mahal dan saya tidak ingin membebani kedua orang tua saya dengan keinginan tinggi saya. Semakin hari saya semakin merasa bingung, bimbang menentukan pilihan jalan pendidikan saya. Awalnya saya takut bilang sama keluarga saya kalau saya mau kuliah dan ingin mendapatkan beasiswa kuliah, dan bahkan tetangga-tetangga saya bilang kalau saya jangan jadi beban orang tua, mereka bilang lebih baik saya kerja dan bisa membantu orang tua, bukan malah membebani mereka.
Semakin hari saya semakin bimbang menentukan jalan masa depan saya dan saya memutuskan untuk sholat istikharah dan meminta petunjuk Allah diantara pilihan saya yaitu saya kerja atau saya kuliah. Dua kali saya melakukan sholat istikharah karena yang pertama saya merasa belum menemukan petunjuk, dan setelah sholat istikharah saya yang kedua Alhamdulillah ada tanda-tanda kalau jawaban yang Allah berikan adalah saya lanjut kuliah. Hari rabu itu di sekolah saya di data nama-nama siswa yang masuk dalam data SNMPTN tapi saya merasa saya tidak masuk dalam data tersebut karena saingannya yang berat. Tapi ternyata saya diberitahu sama guru BK sekolah kalau nama saya masuk dalam data SNMPTN dan saya harus segera melengkapi data yang dibutuhkan. Senang sekali, bersyukur dan saya merasa ada kesempatan untuk saya bisa memperjuangkan cita-cita saya. Tapi tidak selesai disini, waktu pulang sekolah saya takut untuk bilang sama orang tua kalau nama saya masuk dalam data SNMPTN, akhirnya saya memilih untuk memberitahu sepupuh saya kalau saya masuk dalam data SNMPTN. Ia bingung karena melihat kondisi keluarga saya saat itu, dan waktu itu dia menelfon temannya yang kebetulan kuliah di Uinsa.
Dalam telfon tersebut saya bercerita sama teman sepupuh saya, kalau saya ingin kuliah tapi tidak ingin membebani kedua orang tua saya, dan teman sepupuh saya bilang dicoba dulu siapa tahu rezeki, siapa tahu nanti kamu bisa ikut beasiswa kip-k. Setelah beberapa lama mencari solusi akhirnya pada malam hari setelah sholat isya’ saya memberanikan diri untuk bercerita sama keluarga saya. Ada bapak, ibu, dan kakak laki-laki saya, awalnya orang tua saya tidak setuju dan ragu untuk memberi izin karena tahu bahwa biaya kuliah itu mahal tetapi kakak saya meyakinkan ibu saya untuk memberikan saya izin dan kesempatan mencoba SNMPTN ini. Kalau saya tidak lolos SNMPTN ini berari memang belum rezeki saya, dan setelah hati saya mantap kemudian menyetorkan data ke guru BK sekolah.
Awalnya saya berfikir kalau saya harus bisa kuliah sambil kerja agar saya tidak membebani kedua orang tua saya. Ketika sudah h-3 hari mendekati pengumuman lolos SNMPTN ibu saya, nenek saya, dan Bu lek saya sakit. Saya merasa down banget saat itu, saya merasa disitu keluarga saya benar-benar diuji. Dan saat itu saya sudah tidak memikirkan apakah saya lolos SNMPTN atau tidak tapi yang penting keluarga saya sehat. Tetapi Allah berencana lain, Bu lek saya meninggal dunia dan itu waktu naik-naiknya wabah covid di Bojonegoro. Yang paling menyakitkan adalah Bu lek saya meninggal katanya karena terkena covid’19, disana kondisi keluarga saya benar-benar berada dititik paling rendah karena ibu saya masih sakit, dan nenek saya masih di rumah sakit.
Nenek saya tidak tahu kalau Bu lek saya meninggal dunia, karena kalau beliau tahu kondisinya pasti akan menurun. Waktu itu jenazah Bu lek saya tidak boleh dimandikan dirumah bahkan dari rumah sakit langsung ditempatkan di dalam peti, untuk melihat yang terakhir kalinya pun kami tidak bisa. Dan setelah 40 hari kepergian Bu lek saya ternyata kebenaran terungkap, ada kiriman surat dari pihak rumah sakit kalau Bu lek saya meninggal bukan karena covid, hasil dari swab beliau adalah negatif. Itu adalah musibah yang paling menyakitkan.
Setelah 7 hari kepergian Bu lek saya, nenek saya pulang dari rumah sakit dan beliau masih belum tahu kebenarannya. Nenek saya setiap hari bahkan setiap jam selalu menanyakan Bu lek saya, bagaimana kabarnya dan lain-lain. Dan waktu 40 harinya nenek saya baru dikasih tahu kalau Bu lek saya sudah meninggal, disana beliau kaget, nangis dan semuanya ikut sedih kembali.
Ternyata ujiannya keluarga saya belum selesai, selang dua hari nenek saya pulang dari rumah sakit ibu saya dibawa ke rumah sakit. Dan saya harus menemani ibu saya sampai sembuh, waktu itu saya ujian akhir semester dan pikiran saya benar-benar kacau. Dibalik itu saya diberitahu kalau hari ini ada pengumuman SNMPTN, disana saya pasrah karena saya memikirkan kondisi ibu saya. Setelah pulang sekolah saya langsung ke rumah sakit dan malamnya saya pulang karena besok harus sekolah dan saya masih UAS. Saya tidak berani membuka portal SNMPTN, setelah sholat isya’ saya memberanikan diri untuk membuka portal SNMPTN dan ternyata saya lolos di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya dengan pilihan prodi Manajemen.
Saya tidak tahu harus bagaimana, saya senang tapi saya takut bilang sama kedua orang tua saya. Akhirnya saya hanya bilang sama kakak saya dan kakak saya bilang untuk memberitahu ibu waktu beliau sudah pulang dari rumah sakit. Besoknya waktu saya masih di sekolah saya ditelfon kalau tidak perlu ke rumah sakit karena ibu sudah pulang. Bersyukur sekali saya mendengar kabar itu dan akhirnya saya langsung pulang setelah selesai mengerjakan soal UAS saya.
Selang tiga hari kakak saya baru memberitahu ibu kalau saya lolos SNMPTN, malam setelah sholat isya’ tepatnya. Dan benar dugaan ku, ibu ku tidak mengizinkan ku untuk melanjutkan kuliah karena memikirkan biaya. Kemudian kakak ku menyakinkan ibu kalau aku bisa mendapatkan beasiswa kuliah dan kakak ku juga yang akan membantuku dalam biaya kuliah ku. Akhirnya beliau setuju dan bapak saya juga setuju, mereka mendukung saya untuk memperjuangkan cita-cita saya meskipun tidak di kedokteran.
Saat kepercayaan ibu saya sudah diberikan kepada saya, saya janji kepada keluarga saya kalau saya akan mendapatkan beasiswa kip-k dan saya harus bisa mendapatkan beasiswa itu. Kemudian setelah satu bulan perkuliahan online ada pengumuman dibuka beasiswa kip-k di Uinsa. Mengetahui itu saya langsung mendaftarkan diri dan saya segera melengkapi berkas-berkas yang dibutuhkan. Saya meminta beberapa surat pernyataan di balai desa dan saya menyetorkan langsung berkas-berkas tersebut ke kampus bersama dengan teman saya yang kebetulan juga lolos kip-k tahap satu.
Waktu itu saya sangat berharap bisa lolos seleksi kip-k tahap 2 dan 3 karena saya berniat ingin membuktikan kepada Ibu saya dan orang-orang bahwa saya bisa mendapatkan beasiswa dan saya bisa kuliah gratis. Kemudian pengumuman lolos seleksi kip-k tahap kedua Alhamdulillah saya lolos, Waktu pengumuman lolos tahap kedua ini saya tidak dirumah, waktu itu saya ada kegiatan organisasi di Pacet, Mojokerto. Ketika itu saya diberitahu teman saya kalau pengumuman seleksi kip tahap kedua sudah dikirim di grub dan saya langsung ngecek sendiri apakah saya lolos atau tidak, dan Alhamdulillah saya lolos. Saya senang setidaknya kurang satu tahap lagi yaitu tahap wawancara. Teman saya yang mengantar berkas bersama saya juga lolos, tinggal satu tahap lagi dan saya berharap bisa lolos tahap terakhir ini.
Saya sangat bersyukur bisa mendapat beasiswa kuliah dan setidaknya bisa meringankan beban kedua orang tua saya dan saya akan memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya karena saya tahu masih banyak anak yang menginginkan beasiswa kuliah ini dan Alhamdulillah saya menjadi salah satu anak yang mendapat beasiswa kip-k di Uinsa.
Itu adalah sedikit cerita kisah perjuangan dan ujian yang saya hadapi, dan saya senang bisa berbagi cerita pengalaman saya lewat tulisan ini, ambil baiknya dan buang buruknya. Terimakasih