Oleh Hotdi Gultom
Franz menghentikan aktivitas mengerjakan tugasnya sebentar. Lalu beranjak ke arah cermin. Franz menatap duplikat dirinya di balik cermin. Menghela napas pelan sambil mengusap rambutnya . Hening. Hanya suara jangkrik yang tertangkap oleh telinganya di larut malam itu. Jam sudah menunjukkan pukul 1 pagi tetapi dia masih berkutat dengan tugas kuliahnya yang tak kunjung selesai. Franz memang kuliah di kampus ternama dan sedang menjalani semester 2.
“Sial” Ucap Franz pelan
Franz tidak suka jika pikirannya membawanya kembali ke masa lalu. Flashback. Franz sangat rindu sekali dengan ayahnya. Dia adalah anak ketiga dari enam bersaudara. Ayahnya dulu seorang buruh tani. Ayah dari 6 orang bersaudara itu walaupun sakit sakitan tetapi memiliki mimpi yang besar kepada anak anaknya. Dari semua saudaranya, Franzlah yang paling menonjol bakatnya dalam bidang akademik. Dia selalu juara dari SD-SMP. Juara 1 umum.
Pikiran Franz pun membawanya flashback ke masa saat ayahnya masih hidup dulu.
“Ayah?”
“Ya?”Ucap ayah dengan suara berat khas miliknya. Dan suara yang memang selalu dirindukannya semenjak ayah meninggal.
“Mengapa kita tidak pernah diundang jika ada acara di kampung ini ya? Kuliat orangtua teman temanku selalu ikut” Ucapnya dulu sambil minum air putih yang disodorkan ayah padanya setelah mereka merasa lelah mencangkul.
Ayah tidak langsung menjawab. Mungkin sedang memilih penyampaian yang tepat untuk anak seusianya saat itu.
Franz dengan sabar menunggu.
“Dulu ada masalah antara kakek dengan kakek Franz nak. Kakek temanmu itu memang orang yang berpengaruh di kampung ini. Sampai dulu dia mempengaruhi tetangga lain untuk ikut memusuhi kakek dan keluarga kita. Semenjak itu kita tidak pernah dilibatkan lagi jika ada acara adat” Ucap ayahnya menjelaskan dengan intonasi yang diatur setenang mungkin.
Franz tidak terlalu mengerti dengan penjelasan ayahnya saat itu. Dia hanya senang jika bertanya pada ayahnya. Baginya ayahnya adalah perpustakaan paling berharga yang pernah dimilikinya. Tidak pernah sekalipun ayahnya tidak tahu jawaban dari pertanyaannya. Bahkan jika dia sedang menemukan soal pelajaran yang yang tidak dapat dipecahkannya, dia akan bertanya pada ayahnya.
Franz memang sangat dekat dengan ayahnya. Dia bahkan tidak akan bisa tidur jika dia melihat ayahnya tidak di sampingnya. Bahkan ketika umur 5 tahun tidak jarang Franz berkunjung ke rumah kakek dan neneknya dan dia ketiduran disana. Ayahnya hendak membangunkannya tetapi kakek dan neneknya menganjurkan untuk Franz tinggal saja disana karena kasihan dia akan kedinginan nanti di perjalanan. Terbangun pukul 2 pagi. Dengan jarak 1,5 KM dan tanpa penerangan karena di kampung memang masih jarang ada yang namanya lampu jalan. Itu artinya gelap di sepanjang jalan. Tapi Franz akan nekat pulang sendiri. Tanpa sepengetahuan kakek dan neneknya yang masih tertidur pulas. Berlari secepat kakinya bisa. Sampai di rumah menuju kamar ayahnya dan langsung memeluknya. Barulah dia bisa tidur.
Franz mengusap wajahnya supaya tidak memutar memori lamanya dulu. Dia beralih dari cermin dan berjalan menuju ranjangnya. Meraih gelas yang ada di atas meja dan menyeruput isinya.
Ting!!!! Suara pesan masuk. Membantunya untuk tidak memutar kenangan lama itu bagai kaset yang diputar persis di dalam kepalanya.
Franz meraih HP nya dengan malas. Melihat nama pengirim pesan. Steve. Lalu membacanya.
“Kau punya agenda malam minggu nanti? Mari ke bar minum minum. Tenang. Aku yang traktir”
Franz melempar HP nya dengan kesal ke ranjangnya. Dia berbaring sambil menutup matanya dengan tangan.
Dia sangat tidak menyukai bar atau sejenisnya. Bukan karena dia sok suci ataupun anak rumahan. Tetapi karena dulu dia menganggap bahwa penyebab keretakan ayahnya dengannya adalah Lapo (Kedai Tuak). Tuak itu adalah minuman tradisional Sumatera dan berasal dari nira yang mengandung alkohol.
Mengapa Franz juara 1 umum hanya pada saat SD-SMP saja?. Apa karena di SMA Franz tidak mampu bersaing?. Jawabannya tidak. Kalau Franz mau sebenarnya dia bisa saja menjadi siswa yang berprestasi di SMA.
Keretakan hubungan ayahnya dan Franzlah yang menjadi penyebab utamanya.
Semenjak kelas 5 SD ayah Franz menjadi sering ke Lapo. Alasannya karena di lapo memang ayahnya bisa bercengkerama dengan teman temannya. Melepaskan unek unek. Sambil minum tuak.
Franz bisa memahaminya. Ayahnya mungkin butuh teman curhat yang memang lebih sefrekuensi. Begitulah Franz meyakinkan dirinya saat itu. Walaupun dia memang menjadi sulit tidur.
Mengapa?
Ternyata ayahnya menjadi sering pulang malam. Tidak juga .Tidak jarang juga sampai pulang pagi. Bahkan beberapa kali Franz berpapasan dengan ayahnya dalam perjalanan ke sekolah dan Ayahnya baru pulang dari lapo.
Franz ingat sekali di saat itu dia sampai ingin menurunkan peringkat juara 1 umumnya ke juara terakhir kalau perlu. Dia sudah kesal dan mulai kecewa dengan ayahnya. Dia ingin caper kepada ayanya. Tetapi dengan sisa kesabaran yang dimilikinya dia membujuk hatinya untuk tetap berprestasi. “Tenang Franz. Mungkin dengan prestasi yang lebih ayah akan menjadi lebih perhatian dengannya”.
Tapi ternyata tidak,
Dia bahkan sudah juara 3 olimpiade matematika antar kabupaten di saat itu. Ternyata ayahnya masih belum berubah.
Sampai suatu saat Ayahnya jatuh sakit. Franz berusaha untuk tidak peduli dengan kondisi ayahnya dengan meyakinkan dirinya bahwa ayahnya sakit itu juga karena perbuatannya sendiri. Walaupun sebenarnya dia sangat khawatir karena dia melihat dari dulu ayahnya sepertinya seperti sakit dikarenakan pergi ke lapo.
Dan ternyata pada saat dia kelas 1 SMA ayahnya meninggal. Kecewa, Marah, Sedih dan menyesal itulah perasaan yang bercampur aduk dalam dirinya saat itu. Kecewa karena dia belum sempat memeluk ayahnya semenjak Ayahnya divonis terkena penyakit komplikasi. Marah karena ayahnya meninggalkannya. Sedih karena sejatinya yang paling berat itu adalah terpisah oleh beda alam. Menyesal karena begitu besar gengsinya dulu untuk memaafkan ayahnya dan memeluknya lagi. Harusnya dia bisa memaafkan ayahnya dan ikut mengurus ayahnya untuk sembuh. Jika ayahnya mengajak berbicara maka dia akan segera mencari alasan dengan mengatakan bahwa dia sedang sibuk.
Sejak itu prestasi akademiknya menurun drastis. Jangankan 1 umum. Juara 20 besar pun Franz tidak dapat. Dia jadi lebih sering termenung di kelas. Memutar memori memori indah dengan ayahnya dulu. Gurunya bahkan jadi sering menegurnya di kelas dan sering masuk BK.
Lantas bagaimana akhirnya di bisa kuliah di kampus ternama dengan jurusan bergengsi pula?
Adalah surat yang ditinggalkan ayahnya yang mengembalikan semangat hidupnya.
Surat itu diterimanya setelah ayahnya meninggal. Dia menerima surat yang berisi permintaan dan penjelasan ayahnya. Surat itu buruk dan usang. Tampak jelas dituliskan sambil menangis karena noda bekas tangisnya sangat jelas. Franz tak kuasa membendung air matanya saat itu. Permintaan maaf ayah yang begitu tulus meluluhkan tembok ego yang dia bangun bertahun tahun. Franz menangis sejadi jadinya bahkan tak peduli jika tetangganya mendengarnya.
Surat itu menjelaskan semuanya.
Ternyata selama ini ayahnya bukan pergi ke lapo melainkan ke berobat ke pengobatan tradisional yang ada di kampungnya. Ayahnya pernah pergi ke dokter (setelah dibujuk oleh ibu Franz dikarenakan ayah Franz tidak mau berobat ke dokter dikarenakan alasan mahal) ternyata ayahnya sudah menderita penyakit komplikasi yang parah. Dengan beban penyakit kompilkasi yang dimiliki ayahnya maka umur ayahnya diperkirakan tidak akan lama lagi. Semangat ayahnya untuk menyekolahkan anak anaknya lah yang menjadi sumber kekuatan baginya untuk tetap terlihat sehat di depan Franz dan saudaranya. Terhitung sejak ayahnya berobat ke dokter ternyata ayahnya sudah melewati batas waktu yang divonis oleh dokter. Dokter memvonis bahwa ayahnya hanya akan bertahan 2-3 tahun lagi. Ternyata ayahnya masih bertahan sampai Franz menginjak kelas 1 SMA. Ayah Franz tidak mau menceritakan hal tersebut ke anak anaknya dikarenakan tidak mau menambah beban pikiran anak anaknya.
Dikarenakan ayahnya masih bersikeras untuk mencari uang supaya anak anaknya dapat bersekolah tinggi maka ayah Franz di sisa hidupnya maka ayah Franz memutuskan untuk membuat jadwal berobat malam dengan pengobatan tradisional yang ada di kampungnya. Setidaknya untuk membantu mengurangi rasa sakit yang dialaminya. Ayah Franz selalu mengusahakan untuk segera pulang jika jadwalnya sudah selesai. Adapun alasan dari Ayah Franz jika pulang pagi dan berpapasan dengan Franz adalah jika sakit yang dialaminya sedangkambuh parah sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pengobatannya.
“Tetaplah raih mimpimu nak. Tuntutlah ilmu setinggi tingginya. Ayah ingin kau sukses nak supaya bisa menaikkan derajat keluarga kita. Ayah ingin kau nanti bercerita kalau kau telah meraih mimpimu jika kita sudah bertemu lagi”. Begiulah pesan terakhir ayahnya yang disampaikan oleh ibunya sambil menangis terisak isak.
Franz berdiri mematung mengetahui kebenarannya. Dia sama sekali tidak punya ide bahwa ayahnya ternyata selama ini sangat peduli dengan anak anaknya. Yang dia tahu adalah bahwa ayahnya menjadi egois semenjak sering pergi ke lapo. Dia menangis sejadi jadinya. Air matanya mengalir deras sekali. Air mata penyesalan dan ksedihan yang mendalam. Tetapi Franz tahu bahwa jika dia berlarut larut dalam kesedihan hanya akan membuat kematian ayahnya menjadi sia sia.
Maka dihari hari berikutnya dia berjanji akan mewujudkan mimpi ayahnya dan tidak akan membiarkan perjuangan ayahnya menjadi sia sia.
Dengan nilai raport SMA nya yang pas pasan Franz tahu kalau dia tidak akan punya kesempatan jika mengandalkan SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Maka dia memaksimalkan belajar untuk SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri). 1 Tahun untuk mengejar ketertinggalan dengan teman temannyatentu bukanlah hal yang mudah. Surat terakhir ayahnya benar benar menjadi motivasi yang sangat kuat untuknya. Hingga akhirnya dia membuka pengumuman dengan mata berkaca kaca. Terharu sambil bersujud.
Dia diterima.
Tapi itu baru langkah awalnya. Di kampus dia dikenal sebagai mahasiswa yang sangat berprestasi.
“Ayah. Bisakah sekali saja kau muncul di mimpi ku. Tak mengapa memelukmu hanya dalam mimpi saja. Itu sudah cukup untukku. Aku rindu sekali yah” Ucap Franz pelan sambil berbaring di kostnya. Air matanya menetes tanpa ia sadari. Dia menyadari satu hal. Memang benar kata orang “kita akan menyadari betapa berharganya sesuatu jika sesuatu itu telah hilang dan tidak mungkin kembali lagi”.
Dia pun tertidur sambil memeluk figura ayahnya.