Oleh: I Putu Arya Aditia Utama
Perkembangan zaman yang semakin pesat telah membawa dunia memasuki fase baru. Saat ini, dunia sedang memasuki era society 5.0 yang merupakan sebuah era dimana masyarakat hidup berdampingan dengan teknologi serta dapat menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial dengan memanfaatkan berbagai inovasi yang lahir di era Revolusi Industri 4.0 seperti Internet of Things, Artificial Intelligence, Big Data, dan robot untuk meningkatkan kualitas hidup manusia (Sugiono, 2020). Bahkan, seluruh aktivitas manusia saat ini sudah mulai beralih ke dunia digital, meskipun aktivitasnya masih dengan skema blended, yaitu mengkolaborasikan media digital dengan kehidupan nyata. Akan tetapi, untuk kedepannya, banyak ilmuwan yang telah memprediksi bahwa kehidupan manusia akan sepenuhnya berada di ruang digital dan sekaligus mengubah cara kehidupan manusia di masa depan (Fadilah, 2021). Prediksi ilmuwan mengenai transisi kehidupan manusia ke ruang digital nampaknya sudah mulai menunjukkan kebenarannya dengan kehadiran metaverse di tengah-tengah masyarakat.
Metaverse adalah dunia digital baru yang memungkinkan pengguna dapat berinteraksi, berkolaborasi, dan berkomunikasi dengan pengguna lain secara virtual dengan memainkan karakter yang bersifat 3D (Tiga Dimensi) serta memberikan pengalaman baru bagi pengguna karena dapat merasakan dunia online seperti dunia nyata (CNBC, 2021). Metaverse dapat dijangkau dengan menggunakan virtual reality, yang artinya pengguna dapat berinteraksi dengan pengguna lainnya di dalam metaverse ketika sudah menggunakan perangkat yang bernama virtual reality. Saat ini, kehidupan metaverse sudah mulai dihuni oleh berbagai pengguna di seluruh dunia. Bahkan, aktivitas sehari-hari manusia, seperti berolahraga, belanja, berinteraksi, maupun bermain sudah dapat dilakukan di metaverse. Aktivitas yang dilakukan tidak hanya berskala kecil, aktivitas-aktivitas yang melibatkan banyak orang dengan menyelenggarakan perhelatan besar pun sudah pernah terlaksana di metaverse, seperti konser yang telah dilakukan Justin Bieber yang mampu mengumpulkan banyak pengguna pada satu tempat di metaverse (Huff, 2021). Selain itu, metaverse juga sudah digunakan sebagai ladang bisnis yang dibuktikan dengan adanya pembelian lahan digital yang dilakukan oleh artis dan perusahaan besar dunia sebagai investasi masa depan (Kamin, 2021).
Metaverse memang disambut dengan baik oleh masyarakat dunia sebagai inovasi baru yang memiliki keuntungan menjanjikan di masa depan. Akan tetapi, pro kontra di tengah-tengah masyarakat selalu bermunculan mengenai inovasi ini, apalagi awal kemunculan metaverse telah menimbulkan berbagai permasalahan baru di dalamnya, seperti kasus pelecehan seksual yang dialami oleh beberapa pengguna di metaverse (Ikhsan, 2021). Menurut KOMNAS (Komisi Nasional) Perempuan, pelecehan seksual adalah tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun nonfisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban. Tindakan yang dimaksud termasuk juga siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, mempertunjukkan materi pornografi dan keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, dan gerakan atau isyarat yang bersifat seksual sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya, dan mungkin sampai menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan (Komnas Perempuan, 2013).Meskipun pelecehan seksual sering terjadi di media digital, seperti sosial media, tetapi pelecehan seksual yang terjadi di metaverse memiliki taraf yang berbeda. Ketika di sosial media pengguna hanya mendapatkan pelecehan seksual berupa pelecehan verbal, tetapi di metaverse pengguna akan berpotensi mendapatkan pelecehan verbal maupun non-verbal karena korban pelecehan di metaverse merasa dirinya diraba oleh pengguna lain secara virtual (Litbang MPI, 2021). Oleh karena itu, pelecehan seksual yang terjadi di metaverse harus ditangani dengan baik karena apabila dibiarkan terjadi maka akan berdampak buruk bagi pengguna dan bahkan lingkungan di dunia metaverse itu sendiri.
Permasalahan-permasalahan yang terdapat di metaverse sebenarnya sudah diantisipasi sebelumnya dengan menggunakan fitur keselamatan atau Safe Zone. Akan tetapi, dalam menangani permasalahan pelecehan seksual, pengguna yang menjadi korban tidak cukup hanya menggunakan fitur Safe Zone dengan membuat pelaku terblokir dalam metaverse, pengguna yang menjadi korban juga butuh penanganan lanjutan karena pelecehan seksual akan berdampak bagi kesehatan pengguna bahkan dapat menimbulkan trauma tersendiri. Dengan demikian, diperlukan sebuah solusi yang dapat menangani korban pelecehan seksual di metaverse. Salah satu solusi inovatif yang dapat diterapkan di metaverse dalam menangani kasus pelecehan seksual adalah melalui SPON (Self Protection on Neophyte) yang merupakan layanan advokasi digital berbasis virtual reality yang berfungsi untuk memberikan penanganan kepada korban-korban yang mengalami pelecehan seksual. Oleh karena itu, melalui SPON sebagai layanan advokasi digital diharapkan mampu menjadi jawaban atas permasalahan pelecehan seksual sekaligus dapat menciptakan lingkungan yang aman di metaverse.
SPON (Self Protection on Neophyte): Inovasi Layanan Advokasi Digital Berbasis Virtual Reality
Permasalahan mengenai pelecehan seksual adalah permasalahan yang serius karena dapat memberikan efek domino bagi para korban. Pelecehan seksual yang terjadi di metaverse tidak dapat diselesaikan hanya dengan fitur pelaporan untuk memblokir pengguna yang melakukan pelecehan melalui Safe Zone, tetapi pengguna metaverse juga membutuhkan layanan pendampingan untuk membantu menangani efek yang diterima dari pelecehan seksual. Melalui SPON (Self Protection on Neophyte), pengguna yang merupakan korban akan mendapatkan pelayanan advokasi sebagai upaya menangani pelecehan seksual yang dialaminya. Pelayanan advokasi adalah sebuah upaya untuk memberikan bantuan kepada korban agar hak-hak keberadaan, kehidupan dan perkembangan korban yang bersangkutan didapatkan kembali yang selama ini dirampas, dihalangi, dihambat, dibatasi, atau dijegal (Komalasari, et all 2017). Selain itu, melalui pelayanan advokasi, SPON akan bekerjasama dengan pihak metaverse untuk mencari dan melacak pengguna pelaku pelecehan seksual untuk dibawa ke pihak berwajib. Pelayanan yang juga nantinya akan terdapat pada SPON adalah berupa pelayanan konseling yang merupakan bagian dari pelayanan advokasi. Pengguna yang menjadi korban dapat melakukan konseling untuk mengobati trauma maupun luka lainnya yang masih membekas akibat dari pelecehan seksual yang dialaminya.
Konsep dari layanan advokasi SPON adalah berupa tempat digital yang akan terdapat di metaverse sehingga nantinya pengguna dapat berkunjung ke tempat tersebut untuk mendapatkan berbagai pelayanan yang dibutuhkan. Oleh karena itu, dalam pengoperasiannya, SPON akan menggunakan virtual reality yang merupakan sebuah perangkat yang digunakan untuk mengakses metaverse. Layanan advokasi SPON akan dikelola oleh lembaga kesehatan dunia atau World Health Organization dengan menyediakan tenaga ahli, seperti psikolog maupun psikiater di tempat tersebut sehingga pengguna yang akan berkunjung mendapatkan pelayanan yang maksimal dan komprehensif karena ditangani langsung oleh seorang ahli yang profesional. Selain itu, WHO tidak bekerja sendiri karena mereka juga akan bekerjasama dengan pihak metaverse dan stakeholder terkait untuk menyukseskan layanan SPON.
Pelayanan SPON bebas diakses oleh pengguna di seluruh dunia bahkan untuk mengakses pelayanan SPON tidak perlu mengeluarkan uang karena SPON memiliki akses yang gratis bagi seluruh pengguna. Selain bagi pengguna yang menjadi korban pelecehan seksual, SPON juga bebas diakses oleh pengguna lainnya yang ingin memiliki pengetahuan lebih untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual di metaverse. Berikut ini adalah bentuk pelayanan advokasi yang akan tersedia di SPON:
1. Layanan Konseling
Layanan konseling adalah salah satu layanan yang penting khususnya bagi korban pelecehan seksual karena korban biasanya mendapatkan trauma tersendiri yang harus diobati. Salah satu upaya mengobatinya adalah melalui kegiatan konseling. Upaya konseling yang dilakukan juga melibatkan para tenaga ahli sehingga pengguna mendapatkan pelayanan yang maksimal.
2. Layanan Pengaduan
Pengguna juga dapat memanfaatkan layanan SPON sebagai layanan pengaduan. Meskipun pada metaverse sudah terdapat fitur Safe Zone, tetapi layanan pengaduan SPON memiliki mekanisme yang lebih komprehensif sampai pada tahap pelacakan pengguna yang melakukan tindakan pelecehan seksual. Oleh karena itu, melalui layanan pengaduan maka pengguna khususnya korban akan merasa terlindungi dari ancaman pelaku-pelaku pelecehan seksual.
3. Layanan Edukasi
Pengguna secara umum tidak hanya berlaku bagi korban dapat mengakses layanan edukasi di SPON karena layanan edukasi bertujuan untuk memberikan pengetahuan bagi pengguna metaverse untuk dapat mencegah terjadinya pelecehan seksual.
4. Layanan Pendampingan
Layanan terakhir adalah layanan pendampingan. Pengguna khususnya korban akan mendapatkan pendampingan dengan memenuhi semua kebutuhan yang diinginkan oleh korban dalam rangka melakukan pengobatan terhadap dampak yang didapatkannya dari pelecehan seksual. Pendampingan juga akan dilakukan oleh tenaga ahli yang telah disiapkan melalui layanan SPON.
Itulah jenis-jenis pelayanan advokasi yang akan didapatkan oleh pengguna khususnya korban pelecehan seksual. Semua pelayanan tersebut secara komprehensif akan membantu pengguna menangani pelecehan seksual di metaverse. Tidak hanya sebagai upaya kuratif bagi korban, tetapi juga dapat sebagai upaya preventif bagi para pengguna lainnya agar tindakan-tindakan pelecehan seksual tidak dapat terjadi lagi di metaverse.
Kesimpulan
Perkembangan teknologi dan informasi yang semakin pesat telah membawa masyarakat menemui cara kehidupan yang baru. Semua aktivitas kehidupan dari masyarakat di era society 5.0 telah bertransisi ke ranah digital, bahkan dengan kemunculan inovasi baru yang dikenal dengan metaverse, kehidupan masyarakat akan diprediksi sepenuhnya akan berjalan di dalam dunia digital. Kemunculan metaverse sebagai dunia baru digital disambut dengan baik oleh masyarakat karena akan memberikan keuntungan yang menjanjikan di masa depan. Bukan berarti sambutan baik dari masyarakat menyebabkan metaverse lepas dari masalah dan hambatan. Kehadiran metaverse di tengah-tengah masyarakat juga menimbulkan permasalahan, salah satunya yang menjadi perhatian adalah terjadinya tindakan pelecehan seksual secara virtual. Meskipun pelecehan seksual di media digital khususnya melalui sosial media sudah sering terjadi, tetapi media digital seperti metaverse memiliki tingkat pelecehan yang berbeda karena pengguna dapat mengalami pelecehan verbal maupun non-verbal, misalnya yang baru-baru ini terjadi, yaitu pengguna metaverse diraba oleh pengguna lainnya. Oleh karena itu, fitur yang terdapat di metaverse, seperti Safe Zone untuk memblokir pengguna pelaku pelecehan seksual tidaklah cukup karena korban perlu mendapatkan pelayanan lanjutan sehingga diperlukan sebuah solusi dan inovasi untuk menangani pelecehan seksual yang terjadi di metaverse. Melalui inovasi layanan advokasi digital SPON (Self Protection on Neophyte) maka pengguna khususnya korban dapat mengakses berbagai layanan sebagai bentuk penanganan pelecehan seksual, seperti layanan konseling, pengaduan, edukasi, dan pendampingan. Dengan semua jenis pelayanan yang didapatkan maka diharapkan pengguna baik korban maupun pengguna secara umum dapat menangani sekaligus mengatasi pelecehan seksual yang terjadi di metaverse agar lingkungan dari dunia digital ini dapat memberikan keamanan dan kenyamanan bagi seluruh kalangan.
Daftar Pustaka
ADDIN Mendeley Bibliography CSL_BIBLIOGRAPHY CNBC. (2021). Mengenal Apa Itu Metaverse dan Bagaimana Cara Kerjanya. Cnbcindonesia. https://www.cnbcindonesia.com/tech/20211216163806-37-299867/mengenal-apa-itu-metaverse-dan-bagaimana-cara-kerjanya
Fadilah, A. N. (2021). Ubah Cara Kehidupan, Ini Penjelasan Dr Indrawan Sebut Masa Depan Manusia Akan Hidup di Metaverse Secara 3D. Priangantimurnews. https://priangantimurnews.pikiran-rakyat.com/teknologi/pr-1223249073/ubah-cara-kehidupan-ini-penjelasan-dr-indrawan-sebut-masa-depan-manusia-akan-hidup-di-metaverse-secara-3d
Huff, L. (2021). Justin Bieber is going into the metaverse for a live virtual concert-watch the trailer. Ew.Com. https://ew.com/music/justin-bieber-metaverse-virtual-concert-trailer/
Ikhsan. (2021). Pelecehan Seksual di Metaverse Disebut Sulit Dihindari. Cnnindonesia. https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20211213135213-185-733379/pelecehan-seksual-di-metaverse-disebut-sulit-dihindari
Kamin, D. (2021). Inestors Snap Up Metaverse Real Estate in a Virtual Land Boom. Nytimes.Com. https://www.nytimes.com/2021/11/30/business/metaverse-real-estate.html
Komalasari et all. (2017). Model Hipotetik Layanan Advokasi Bimbingan dan Konseling Pada Kasus Pelecehan Seksual Kelompok Mikrosistem di SMP Negeri Kota Bekasi. Insight: Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 6(1). http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/insight/article/view/3174
Komnas Perempuan. (2013). Catatan Tahunan Komnas Perempuan tahun 2013: Kegentingan Kekerasan Seksual Lemahnya Upaya Penanganan Negara. Komnas Perempuan. file:///C:/Users/Microsoft/Links/Risalah Kebijakan Kekerasan Seksual.pdf
Litbang MPI. (2021). Metaverse, Pelecehan Seksual dan Pencurian Data. Techno.Okezone.Com. https://techno.okezone.com/read/2021/12/31/57/2525383/metaverse-pelecehan-seksual-dan-pencurian-data
Sugiono, S. (2020). Industri Konten Digital dalam Perspektif Society 5.0. Jurnal IPTEK-KOM, 22(2). file:///C:/Users/Microsoft/Links/3471-12295-2-PB.pdf