DINAMIKA PEREMPUAN PENYANDANG DISABILITAS SEBAGAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DI MASA PANDEMI

Oleh: Mukti Novita Utari

Kekerasan menjadi problematika yang kian eksis dan marak terjadi hingga saat ini. Dalam ranah publik maupun pribadi, kekerasan sangat rentan terjadi. Bahkan karena adanya budaya patriaki yang masih sangat melekat pada masyarakat Indonesia, kasus kekerasan lebih didominasi terjadi pada perempuan. Perempuan bisa dikatakan lebih rentan menjadi korban dalam kasus kekerasan dibandingkan laki-laki. Bahkan dalam hal ini, perempuan penyandang disabilitas (difabel) memiliki kerentanan yang jauh lebih tinggi untuk terdiskriminasi dan menjadi korban dalam kasus kekerasan. Hal ini karena gendernya sebagai perempuan dan ditambah kondisi disabilitasnya yang dipandang negatif. Namun, isu kerentanan penyandang disabilitas sebagai korban kekerasan belum terlalu banyak diperhatikan.
Salah satu jenis kasus kekerasan terhadap perempuan khususnya perempuan penyandang disabilitas yang sangat marak terjadi saat ini (pada masa pandemi) adalah kasus kekerasan seksual. Data menunjukkan bahwa adanya problematika pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia berkorelasi positif dengan peningkatan kasus kekerasan khususnya kekerasan seksual. Kasus kekerasan seksual terhadap perempuan penyandang disabilitas pada saat pandemi tergolong meningkat, tetapi pada data tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan. Meskipun sejak beberapa tahun terakhir, tren kasus terus mengalami kenaikan. Data kasus kekerasan mencatat pada tahun 2018, terdapat 57 kasus kekerasan seksual. Kemudian pada tahun 2019 meningkat menjadi 69 kasus. Pada tahun 2020, terdapat 77 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Kelompok yang paling rentan adalah perempuan penyandang disabilitas intelektual sebesar 45 persen.
Seperti diketahui bahwa pandemi Covid-19 telah mulai merebak di Indonesia pada Maret 2020. Jika melihat data memang terjadi peningkatan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan penyandang disabilitas, tetapi peningkatannya relatif tidak terlalu tinggi. Namun, pada saat pandemi ini, jumlah kasus kekerasan seksual merupakan kasus tertinggi dibandingkan kasus kekerasan lain yang dialami perempuan penyandang disabilitas. Dalam hal ini jenis kasus kekerasan seksualnya adalah berupa pemerkosaan dan pelecehan seksual. Hal ini dipaparkan pada Risalah Kebijakan oleh Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia yang diterbitkan pada tahun 2020.
Dalam hal ini, perempuan penyandang disabilitas dikatakan paling rentan menjadi korban kekerasan seksual pada saat pandemi dan kasus yang terjadi berkorelasi positif dengan peningkatan kasus Covid-19. Namun, terlihat pada data bahwa peningkatannya relatif tidak terlalu signifikan, sehingga dalam hal ini perlu diketahui penyebab terjadinya hal tersebut dan hal lainnya yang perlu diketahui. Berdasarkan pemaparan tersebut, tulisan ini akan memaparkan terkait Dinamika Perempuan Penyandang Disabilitas Sebagai Korban Kekerasan Seksual di Masa Pandemi. Ini bertujuan untuk mengungkap problematika yang sebenarnya dialami oleh perempuan penyandang disabilitas di masa pandemi Covid-19 ini.


Kerentanan Perempuan Penyandang Disabillitas Mengalami Kekerasan Seksual di Masa Pandemi

Perempuan lebih rentan mengalami tindak kekerasan dibandingkan laki-laki. Dalam hal ini, salah satu jenis kekerasannya adalah kekerasan seksual. Bahkan pada kasus kekerasan seksual, perempuan dengan keterbatasan atau biasa dikenal dengan perempuan penyandang disabilitas memiliki kerentanan yang lebih tinggi. Namun, hal ini belum banyak diperhatikan oleh masyarakat secara umum maupun perlindungan hukum. Padahal dengan keterbatasan yang mereka miliki, seharusnya mereka lebih diperhatikan sehingga tidak mudah mengalami tindakan kekerasan seperti kekerasan seksual. Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan perempuan penyandang disabilitas rentan menjadi korban kekerasan seksual. 
Pertama, budaya patriakhi yang masih kuat di masyarakat. Hal ini menyebabkan perempuan menjadi posisi yang rentan mengalami kekerasan. Apalagi di dalamnya juga masih melekat rape culture dan victim blaming. Rape culture merupakan istilah untuk menunjukkan bahwa pada suatu lingkungan masyarakat menganggap kekerasan seksual seperti pemerkosaan adalah hal yang lumrah. Sedangkan victim blaming merupakan tindakan masyarakat yang malah menyalahkan korban jika terjadi suatu kasus kekerasan. 
Hal ini diakibatkan oleh minimnya edukasi terkait kekerasan seksual kepada masyarakat. Kedua, posisi perempuan yang memiliki keterbatasan. Para pelaku menganggap mereka lemah dan ini merupakan celah yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan kekerasan. Mereka berpikir bahwa hal yang dilakukan akan mudah lolos dari tindak hukum karena bukti yang lebih minim. Ketiga, sifat dan karakter yang dimiliki perempuan penyandang disabilitas yang dianggap mudah untuk dimanfaatkan pelaku misalnya karakter mereka yang dididik patuh. Pada saat pandemi, hal-hal tersebut diperparah dengan adanya keterbatasan dalam bersosialisasi dengan masyarkat lain. 
Dalam hal ini, orang terdekatnya berpotensi untuk menjadi pelaku kekerasan seksual. Hal ini karena saat pandemi, masyarakat akan terdampak ekonominya serta dalam akses bantuan sosial dan sumber penghidupan  akan terhambat. Situasi seperti ini dapat memicu kerentanan perempuan penyandang disabilitas dan munculnya tindakan kekerasan seksual terhadap mereka. Selain itu juga akses mobilisasi secara langsung yang terbatas menyebabkan media informasi tidak tersampaikan secara efektif kepada perempuan penyandang disabilitas. Ini meningkatkan kerentanaan terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan penyandang kekerasan seksual saat pandemi.       
Hambatan Korban dalam Mengakses Keadilan dan Tantangan dalam Penanganan Kasus di Masa Pandemi
Perempuan sebagai korban kekerasan seksual seringkali menghadapi berbagai hambatan dalam melaporkan kasus kekerasan yang dialaminya. Terlebih lagi jika kasus kekerasan ini dialami perempuan penyandang disabilitas, tentu hambatan yang dimiliki untuk memperoleh keadilan akan lebih besar. Dalam melaporkan terkait kasus kekerasan seksual memang tidaklah mudah.  Hal ini tentunya menyebabkan data yang dimiliki oleh lembaga-lembaga yang menangani kasus kekerasan misalnya Komnas Perempuan belum tentu sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Tidak semua korban dengan mudah dapat melaporkan dengan segera atas kasus yang dialami. 
Hambatan-hambatan yang dialami oleh perempuan penyandang disabilitas dalam mengakses keadilan bisa disebabkan banyak hal. Komisioner Komnas Perempuan, Rainy Hutabarat menyampaikan berbagai hambatan tersebut bisa disebabkan oleh keluarga, lingkungan masyarakat, petugas pengada layanan, aparat penegak hukum, dan minimnya perlindungan hukum. Hambatan dari keluarga dan masyarakat biasanya mereka mengganggap bahwa kasus kekerasan seksual yang dialami perempuan penyandang disabilitas bukan hal yang penting serta keluarga merasa malu jika melapor. Mereka juga pesimis  jika kasus akan ditangani dengan baik oleh aparat penegak hukum. Di sisi aparat penegak hukum, pemahaman mereka terkait keragaman disabilitas beserta kebutuhan khususnya masih minim. Sedangkan dari sisi payung hukum, dalam mengenali beragam kasus kekerasan seksual beserta sistem pembuktiannya masih relatif terbatas dan sistem peradilan pidana yang belum terintegrasi dengan sistem pemulihan korban dengan perempuan penyandang disabilitas. Hal ini diperparah dengan adanya pandemi yang membatasi pergerakan masyarakat sehingga hambatan menjadi lebih besar. Hal ini bisa menyebabkan adanya banyak kasus kekerasan seksual terhadap perempuan penyandang disabilitas yang tidak dilaporkan dan didata.
Selain adanya hambatan korban dalam mengakses keadilan, ternyata juga terdapat tantangan dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan penyandang disabilitas di masa pandemi. Laporan kasus yang terbatas menyebabkan penanganan kasus sulit dilakukan. Bahkan korban yang melapor setelah jangka waktu yang lama dari kejadian menambah kesulitan dalam penanganan karena bukti yang dimiliki relatif minim. Selain itu, perlindungan hukum masih relatif terbatas sehingga kasus kekerasan seksual terhadap perempuan penyandang disabilitas banyak yang tidak tuntas sampai ke tindak pidana. Dalam hal ini korban tidak mendapatkan keadilan apalagi di saat pandemi. Hal ini menunjukkan dinamika perempuan penyandang disabilitas sebagai korban kekerasan seksual dalam mendapatkan keadilan di masa pandemi.
Kesimpulan
Perempuan penyandang disabilitas dikatakan paling rentan menjadi korban kekerasan seksual pada saat pandemi. Hal ini disebabkan oleh situasi pandemi dapat memicu munculnya tindakan kekerasan seksual terhadap mereka. Situasi ini terlihat pada akses mobilisasi secara langsung yang terbatas menyebabkan media informasi tidak tersampaikan secara efektif kepada perempuan penyandang disabilitas. Ini meningkatkan kerentanaan terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan penyandang kekerasan seksual saat pandemi, Bahkan, terdapat berbagai hambatan korban dalam mendapatkan keadilan yang bisa disebabkan oleh keluarga, lingkungan masyarakat, petugas pengada layanan, aparat penegak hukum, dan minimnya perlindungan hukum. Selain adanya hambatan korban dalam mengakses keadilan, ternyata juga terdapat tantangan dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan penyandang disabilitas di masa pandemi. Hal ini menunjukkan dinamika perempuan penyandang disabilitas sebagai korban kekerasan seksual dalam mendapatkan keadilan ddi masa pandemi.

Daftar Pustaka

Akbar, M. 2021. Perempuan Penyandangg Disabilitas Rentan Korban Kekerasan. Diakses dari https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/qkrods480
Hayati, N. 2021. Media Sosial dan Kekerasan Berbasis Gender Online Selama Pandemi Covid-19. Jurnal Hukum, Humaniora, Masyarakat, dan Budaya. 1(1): 43-52
Komnas Perempuan. 2020. Laporan Ringkas Kajian Disabilitas Korban Kekerasan Seksual: Capaian dan Tantangan. Diakses dari https://komnasperempuan.go.id/pemetaan-kajian-prosiding-detail/laporan-ringkas-kajian-disabilitas-pemenuhan-hak-perempuan-disabilitas-korban-kekerasan-seksual-capaian-dan-tantangan
Komnas Perempuan. 2020. Siaran Pers Komnas Perempuan Tentang Hari Penyandang Disabilitas Internasional (3 Desember 2020): Urgensi Mengintegrasikan Perspektif Disabilitas dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan dengan Disabilitas. Diakses dari https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/siaran-pers-komnas-perempuan-tentang-hari-penyandang-disabilitas-internasional-3-desember-2020
Riana, F. 2020. Komnas Perempuan: Ada 299.911 Kasus Kekerasan terhadap Perempuan Sepanjang 2020. Diakses dari https://nasional.tempo.co/read/1439271/komnas-perempuan-ada-299-911-kasus-kekerasan-terhadap-perempuan-sepanjang-2020
Rofiah, S. 2017. Harmonisasi Hukum Sebagai Upaya Meningkatkan Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Penyandang Disabilitas Korban Kekerasan Seksual, Quwwam : Journal For Gender Mainstreaming. 11(2) : 133-150. 
Sentra Advokasi Perempuan, Difabel, dan Anak (Sapda). 2021. Penyandang Disabilitas Rentan di Tengah Pandemi Covid-19, Apa yang Bisa Dilakukan? Diakses dari https://sapdajogja.org/2021/06/penyandang-disabilitas-rentan-di-tengah-pandemi-covid-19-apa-yang-bisa-dilakukan/
Sinombor, S. H. 2021. Kekerasan Seksual Terus Mendera Perempuan Disabilitas. Diakses dari https://www.kompas.id/baca/dikbud/2021/05/05/kekerasan-seksual-terus-mendera-perempuan-disabilitas/ 


DINAMIKA PEREMPUAN PENYANDANG DISABILITAS SEBAGAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DI MASA PANDEMI

Oleh: Mukti Novita Utari

(Photo from Unsplash.com by Nguyen Minh)
Kekerasan menjadi problematika yang kian eksis dan marak terjadi hingga saat ini. Dalam ranah publik maupun pribadi, kekerasan sangat rentan terjadi. Bahkan karena adanya budaya patriaki yang masih sangat melekat pada masyarakat Indonesia, kasus kekerasan lebih didominasi terjadi pada perempuan. Perempuan bisa dikatakan lebih rentan menjadi korban dalam kasus kekerasan dibandingkan laki-laki. Bahkan dalam hal ini, perempuan penyandang disabilitas (difabel) memiliki kerentanan yang jauh lebih tinggi untuk terdiskriminasi dan menjadi korban dalam kasus kekerasan. Hal ini karena gendernya sebagai perempuan dan ditambah kondisi disabilitasnya yang dipandang negatif. Namun, isu kerentanan penyandang disabilitas sebagai korban kekerasan belum terlalu banyak diperhatikan.
Salah satu jenis kasus kekerasan terhadap perempuan khususnya perempuan penyandang disabilitas yang sangat marak terjadi saat ini (pada masa pandemi) adalah kasus kekerasan seksual. Data menunjukkan bahwa adanya problematika pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia berkorelasi positif dengan peningkatan kasus kekerasan khususnya kekerasan seksual. Kasus kekerasan seksual terhadap perempuan penyandang disabilitas pada saat pandemi tergolong meningkat, tetapi pada data tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan. Meskipun sejak beberapa tahun terakhir, tren kasus terus mengalami kenaikan. Data kasus kekerasan mencatat pada tahun 2018, terdapat 57 kasus kekerasan seksual. Kemudian pada tahun 2019 meningkat menjadi 69 kasus. Pada tahun 2020, terdapat 77 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Kelompok yang paling rentan adalah perempuan penyandang disabilitas intelektual sebesar 45 persen.
Seperti diketahui bahwa pandemi Covid-19 telah mulai merebak di Indonesia pada Maret 2020. Jika melihat data memang terjadi peningkatan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan penyandang disabilitas, tetapi peningkatannya relatif tidak terlalu tinggi. Namun, pada saat pandemi ini, jumlah kasus kekerasan seksual merupakan kasus tertinggi dibandingkan kasus kekerasan lain yang dialami perempuan penyandang disabilitas. Dalam hal ini jenis kasus kekerasan seksualnya adalah berupa pemerkosaan dan pelecehan seksual. Hal ini dipaparkan pada Risalah Kebijakan oleh Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia yang diterbitkan pada tahun 2020.
Dalam hal ini, perempuan penyandang disabilitas dikatakan paling rentan menjadi korban kekerasan seksual pada saat pandemi dan kasus yang terjadi berkorelasi positif dengan peningkatan kasus Covid-19. Namun, terlihat pada data bahwa peningkatannya relatif tidak terlalu signifikan, sehingga dalam hal ini perlu diketahui penyebab terjadinya hal tersebut dan hal lainnya yang perlu diketahui. Berdasarkan pemaparan tersebut, tulisan ini akan memaparkan terkait Dinamika Perempuan Penyandang Disabilitas Sebagai Korban Kekerasan Seksual di Masa Pandemi. Ini bertujuan untuk mengungkap problematika yang sebenarnya dialami oleh perempuan penyandang disabilitas di masa pandemi Covid-19 ini.
Kerentanan Perempuan Penyandang Disabillitas Mengalami Kekerasan Seksual di Masa PandemiPerempuan lebih rentan mengalami tindak kekerasan dibandingkan laki-laki. Dalam hal ini, salah satu jenis kekerasannya adalah kekerasan seksual. Bahkan pada kasus kekerasan seksual, perempuan dengan keterbatasan atau biasa dikenal dengan perempuan penyandang disabilitas memiliki kerentanan yang lebih tinggi. Namun, hal ini belum banyak diperhatikan oleh masyarakat secara umum maupun perlindungan hukum. Padahal dengan keterbatasan yang mereka miliki, seharusnya mereka lebih diperhatikan sehingga tidak mudah mengalami tindakan kekerasan seperti kekerasan seksual. Terdapat beberapa alasan yang menyebabkan perempuan penyandang disabilitas rentan menjadi korban kekerasan seksual. 
Pertama, budaya patriakhi yang masih kuat di masyarakat. Hal ini menyebabkan perempuan menjadi posisi yang rentan mengalami kekerasan. Apalagi di dalamnya juga masih melekat rape culture dan victim blaming. Rape culture merupakan istilah untuk menunjukkan bahwa pada suatu lingkungan masyarakat menganggap kekerasan seksual seperti pemerkosaan adalah hal yang lumrah. Sedangkan victim blaming merupakan tindakan masyarakat yang malah menyalahkan korban jika terjadi suatu kasus kekerasan. 
Hal ini diakibatkan oleh minimnya edukasi terkait kekerasan seksual kepada masyarakat. Kedua, posisi perempuan yang memiliki keterbatasan. Para pelaku menganggap mereka lemah dan ini merupakan celah yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan kekerasan. Mereka berpikir bahwa hal yang dilakukan akan mudah lolos dari tindak hukum karena bukti yang lebih minim. Ketiga, sifat dan karakter yang dimiliki perempuan penyandang disabilitas yang dianggap mudah untuk dimanfaatkan pelaku misalnya karakter mereka yang dididik patuh. Pada saat pandemi, hal-hal tersebut diperparah dengan adanya keterbatasan dalam bersosialisasi dengan masyarkat lain. 
Dalam hal ini, orang terdekatnya berpotensi untuk menjadi pelaku kekerasan seksual. Hal ini karena saat pandemi, masyarakat akan terdampak ekonominya serta dalam akses bantuan sosial dan sumber penghidupan  akan terhambat. Situasi seperti ini dapat memicu kerentanan perempuan penyandang disabilitas dan munculnya tindakan kekerasan seksual terhadap mereka. Selain itu juga akses mobilisasi secara langsung yang terbatas menyebabkan media informasi tidak tersampaikan secara efektif kepada perempuan penyandang disabilitas. Ini meningkatkan kerentanaan terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan penyandang kekerasan seksual saat pandemi.       
Hambatan Korban dalam Mengakses Keadilan dan Tantangan dalam Penanganan Kasus di Masa Pandemi
Perempuan sebagai korban kekerasan seksual seringkali menghadapi berbagai hambatan dalam melaporkan kasus kekerasan yang dialaminya. Terlebih lagi jika kasus kekerasan ini dialami perempuan penyandang disabilitas, tentu hambatan yang dimiliki untuk memperoleh keadilan akan lebih besar. Dalam melaporkan terkait kasus kekerasan seksual memang tidaklah mudah.  Hal ini tentunya menyebabkan data yang dimiliki oleh lembaga-lembaga yang menangani kasus kekerasan misalnya Komnas Perempuan belum tentu sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Tidak semua korban dengan mudah dapat melaporkan dengan segera atas kasus yang dialami. 
Hambatan-hambatan yang dialami oleh perempuan penyandang disabilitas dalam mengakses keadilan bisa disebabkan banyak hal. Komisioner Komnas Perempuan, Rainy Hutabarat menyampaikan berbagai hambatan tersebut bisa disebabkan oleh keluarga, lingkungan masyarakat, petugas pengada layanan, aparat penegak hukum, dan minimnya perlindungan hukum. Hambatan dari keluarga dan masyarakat biasanya mereka mengganggap bahwa kasus kekerasan seksual yang dialami perempuan penyandang disabilitas bukan hal yang penting serta keluarga merasa malu jika melapor. Mereka juga pesimis  jika kasus akan ditangani dengan baik oleh aparat penegak hukum. Di sisi aparat penegak hukum, pemahaman mereka terkait keragaman disabilitas beserta kebutuhan khususnya masih minim. Sedangkan dari sisi payung hukum, dalam mengenali beragam kasus kekerasan seksual beserta sistem pembuktiannya masih relatif terbatas dan sistem peradilan pidana yang belum terintegrasi dengan sistem pemulihan korban dengan perempuan penyandang disabilitas. Hal ini diperparah dengan adanya pandemi yang membatasi pergerakan masyarakat sehingga hambatan menjadi lebih besar. Hal ini bisa menyebabkan adanya banyak kasus kekerasan seksual terhadap perempuan penyandang disabilitas yang tidak dilaporkan dan didata.
Selain adanya hambatan korban dalam mengakses keadilan, ternyata juga terdapat tantangan dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan penyandang disabilitas di masa pandemi. Laporan kasus yang terbatas menyebabkan penanganan kasus sulit dilakukan. Bahkan korban yang melapor setelah jangka waktu yang lama dari kejadian menambah kesulitan dalam penanganan karena bukti yang dimiliki relatif minim. Selain itu, perlindungan hukum masih relatif terbatas sehingga kasus kekerasan seksual terhadap perempuan penyandang disabilitas banyak yang tidak tuntas sampai ke tindak pidana. Dalam hal ini korban tidak mendapatkan keadilan apalagi di saat pandemi. Hal ini menunjukkan dinamika perempuan penyandang disabilitas sebagai korban kekerasan seksual dalam mendapatkan keadilan di masa pandemi.
Kesimpulan
Perempuan penyandang disabilitas dikatakan paling rentan menjadi korban kekerasan seksual pada saat pandemi. Hal ini disebabkan oleh situasi pandemi dapat memicu munculnya tindakan kekerasan seksual terhadap mereka. Situasi ini terlihat pada akses mobilisasi secara langsung yang terbatas menyebabkan media informasi tidak tersampaikan secara efektif kepada perempuan penyandang disabilitas. Ini meningkatkan kerentanaan terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan penyandang kekerasan seksual saat pandemi, Bahkan, terdapat berbagai hambatan korban dalam mendapatkan keadilan yang bisa disebabkan oleh keluarga, lingkungan masyarakat, petugas pengada layanan, aparat penegak hukum, dan minimnya perlindungan hukum. Selain adanya hambatan korban dalam mengakses keadilan, ternyata juga terdapat tantangan dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan penyandang disabilitas di masa pandemi. Hal ini menunjukkan dinamika perempuan penyandang disabilitas sebagai korban kekerasan seksual dalam mendapatkan keadilan ddi masa pandemi.

Daftar Pustaka

Akbar, M. 2021. Perempuan Penyandangg Disabilitas Rentan Korban Kekerasan. Diakses dari https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/qkrods480
Hayati, N. 2021. Media Sosial dan Kekerasan Berbasis Gender Online Selama Pandemi Covid-19. Jurnal Hukum, Humaniora, Masyarakat, dan Budaya. 1(1): 43-52
Komnas Perempuan. 2020. Laporan Ringkas Kajian Disabilitas Korban Kekerasan Seksual: Capaian dan Tantangan. Diakses dari https://komnasperempuan.go.id/pemetaan-kajian-prosiding-detail/laporan-ringkas-kajian-disabilitas-pemenuhan-hak-perempuan-disabilitas-korban-kekerasan-seksual-capaian-dan-tantangan
Komnas Perempuan. 2020. Siaran Pers Komnas Perempuan Tentang Hari Penyandang Disabilitas Internasional (3 Desember 2020): Urgensi Mengintegrasikan Perspektif Disabilitas dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan dengan Disabilitas. Diakses dari https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/siaran-pers-komnas-perempuan-tentang-hari-penyandang-disabilitas-internasional-3-desember-2020
Riana, F. 2020. Komnas Perempuan: Ada 299.911 Kasus Kekerasan terhadap Perempuan Sepanjang 2020. Diakses dari https://nasional.tempo.co/read/1439271/komnas-perempuan-ada-299-911-kasus-kekerasan-terhadap-perempuan-sepanjang-2020
Rofiah, S. 2017. Harmonisasi Hukum Sebagai Upaya Meningkatkan Perlindungan Hukum Bagi Perempuan Penyandang Disabilitas Korban Kekerasan Seksual, Quwwam : Journal For Gender Mainstreaming. 11(2) : 133-150. 
Sentra Advokasi Perempuan, Difabel, dan Anak (Sapda). 2021. Penyandang Disabilitas Rentan di Tengah Pandemi Covid-19, Apa yang Bisa Dilakukan? Diakses dari https://sapdajogja.org/2021/06/penyandang-disabilitas-rentan-di-tengah-pandemi-covid-19-apa-yang-bisa-dilakukan/
Sinombor, S. H. 2021. Kekerasan Seksual Terus Mendera Perempuan Disabilitas. Diakses dari https://www.kompas.id/baca/dikbud/2021/05/05/kekerasan-seksual-terus-mendera-perempuan-disabilitas/ 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *